Rabu, 20 April 2011

Diapresiasi, Briptu Norman Tetap Ditegur

Kepolisian mengapresiasi sekaligus menegur aksi Briptu Norman Kamaru, anggota Brimob Polda Gorontalo, dalam video rekaman yang beredar di YouTube. Video Norman kini menjadi perbincangan di jejaring sosial. Dalam video itu, Norman tampak menggerakkan tubuhnya mengikuti irama lagu yang mengalun.
Kepala Bidang Humas Polda Gorontalo AKBP Wilson Damanik mengatakan, pihaknya menghargai kreativitas Norman.
"Kita hargai juga dia punya inisiatif untuk menghibur temannya yang punya masalah dengan gaya nyanyi dia dan gerakan sedemikian luwes," ucap Wilson.
Kepala Bidang Humas Polda Gorontalo AKBP Wilson Damanik mengatakan, pihaknya menghargai kreativitas Norman.
Wilson mengatakan, pihaknya memaklumi aksi Norman lantaran adanya kejenuhan saat menjalankan tugas. "Ini mengusir kepenatan dan kejenuhanlah. Polisi, kan, juga manusia, bisa jenuh," kata dia.
Namun, tambah Wilson, tindakan Norman bukan tanpa sisi negatif. Dalam rekaman yang dibuat Kamis pekan lalu, Norman dinilai kurang menjaga kehormatan institusi Polri lantaran menggunakan seragam dinas.
"Itu, kan, lagi piket. Dia tentu kurang jaga kewibawaan. Kita serahkan atasannyalah untuk teguran itu," ucapnya.
Seperti diberitakan, aksi Norman dalam video berjudul "Polisi Gorontalo Menggila" menuai pro dan kontra. Sebagian menilai aksi Norman kreatif. Ada pula yang mempertanyakan apakah tingkah Norman pantas karena merokok saat bertugas dan menggunakan tindik di lidah.
Video berdurasi 6 menit 30 detik itu memperlihatkan bagaimana Norman menirukan gerakan penyanyi India, Shakh Rukh Khan, dengan iringan lagu "Dil Se" yang berarti "Dari Hati". Ia tampak hafal betul lagu dari awal hingga akhir.
Dalam rekaman, Norman berkali-kali menggoda rekan di sampingnya yang ikut berjaga di pos.

Pemerintah Libya Bantah Gunakan Bom Rumpun

Sebuah organisasi HAM yang berbasis di Amerika mengatakan Libya menggunakan bom rumpun di kota Misrata yang dikepung. Human Rights Watch mengatakan hari Jumat bahwa beberapa bom rumpun meledak di kawasan kediaman di kota Libya barat itu, yang sangat membahayakan kaum sipil.

Pihak berwenang Libya membantah tuduhan itu. Jurubicara pemerintah Moussa Ibrahim menantang organisasi HAM itu untuk membuktikannya.

Ledakan bom rumpun melahirkan sangat banyak bom-bom kecil yang dapat menyebabkan cedera dan kehancuran di daerah yang luas. Senjata ini telah dilarang di sebagian besar negara melalui Konvensi Bom Rumpun, yang menjadi hukum internasional yang mengikat tahun 2010. Libya belum menanda-tangani larangan itu.

Tuduhan itu dilontarkan sementara pemimpin Barat dalam koalisi NATO bertekad hari Jumat untuk meneruskan serangan militer sampai pemimpin Libya Moammar Gaddafi turun dari kekuasaan. Presiden Amerika Barack Obama mengatakan kepada Associated Press bahwa sekalipun ada kebuntuan militer di Libya, ia memperkirakan Gaddafi akhirnya akan menyerahkan kepemimpinan.

Perdana Menteri Inggris David Cameron, Presiden Perancis Nicolas Sarkozy dan Presiden Obama mengatakan membiarkan Gaddafi terus berkuasa merupakan pengkhianatan yang keji terhadap rakyat Libya.

Dalam pernyataan bersama yang dimuat dalam beberapa suratkabar internasional, para pemimpin itu menulis “Tidaklah terbayangkan bahwa orang yang sudah berusaha membantai rakyatnya sendiri dapat memainkan peranan dalam pemerintah masa depan mereka.”

Selasa, 19 April 2011

Politisi PKS Nonton Video Porno Dianggap Kesalahan Manusia Biasa

Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Arifinto yang kepergok sedang menyaksikan video porno dalam rapat paripurna DPR RI beberapa hari lalu dibela oleh Dewan Syariah (lembaga yudikatif) PKS. Bagi Dewan Syariah PKS, persoalan Arifinto itu sebenarnya menunjukkan bahwa kader PKS juga manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan.

PKS ini komunitas manusia biasa, bukan komunitas malaikat. Apa yang terjadi pada manusia biasa juga bisa terjadi pada kader-kader PKS. Untuk itulah kami (PKS) punya sistem yang bisa mengantipasi jika terjadi hal-hal seperti ini," ujar Ketua Dewan Syariah Pusat PKS, Surahman Hidayat kepada wartawan.Meskipun begitu, PKS tetap akan memberikan sanksi yang tegas pada kadernya yang terbukti bersalah. PKS berjanji tidak ada akan melindungi siapa pun. "Kan ada namanya tabayun (kroscek) ya, yang jelas yang salah tidak akan dilindungi. Karena kita ini manusia, zaman nabi saja ada masalah," ujarnya.

masalah Arifinto, beberapa peristiwa di internal PKS yang terjadi belakangan ini, akan menjadi pelajaran bagi PKS. PKS akan melakukan pembinaan pada kadernya lebih intens ke depan. "Walaupun sebagai partai dakwah kita tetap melakukan pembinaan karakter para kader secara intens," tegas Surahman.

Terkait persoalan Arifinto, Dewan Syariah akan melakukan klarifikasi secepatnya. Dewan Syariah, lanjutnya, tidak akan memberikan keistimewaan pada Arifinto jika memang bersalah. "Tentunya Dewan Syariah akan bekerja sesuai tugasnya. Kita akan meminta keterangaan kepada yang bersangkutan secepatnya," jelasnya.

Sementara itu, pengamat politik pada Univesitas Indonesia, Yon Machmudi, menilai perbuatan Arifinto jelas memalukan PKS sebagai partai Islam. Tindakan Arifinto itu, dinilai sangat bertentangan dengan idealisme PKS. "Dalam Islam itu sudah sangat memalukan, begitu dengan partai Islam itu sangat bertentangan tentunya dengan partainya," ujar Yon.

Yon yang juga penulis beberapa buku tentang politik Islam mengatakan semua yang terjadi saat itu harus diklarifikasi secepat mungkin oleh PKS. Jika tidak, tentunya akan semakin memperburuk PKS di mata jutaan kadernya. "Saat ini, kan, ada dua versi pernyataan satu dari Arifinto sendiri satunya versi wartawan, oleh karena itu jika memang tidak benar dia dan PKS harus segera mengklarifikasinya yang sebenarnya," katanya.

Yon menyarankan PKS tidak melindungi kadernya jika memang yang bersangkutan terbukti bersalah. Apalagi PKS akhir-akhir ini cukup sering mendapatkan sorotan dari publik. Yon juga menilai akhir-akhir ini kader-kader PKS cenderung melakukan yang kontradiktif dengan sikap partai. Dia mencontohkan beberapa kasus yang memperlihatkan beberapa masalah yang berkaitan dengan PKS yaitu, kader PKS di Gorontalo yang tertangkap berjudi, kemudian kisruh antara pimpinan PKS dengan pendiri PKS.

Gedung DPR/MPR Vs Gedung Reyot

Pembangunan gedung baru yang mirip apartemen mewah untuk kantor DPR/MPR membuat masyarakat semakin tidak pro terhadap kinerja para birokrat. Gedung baru yang direncanakan menghabuskan uang negara triliyunan rupiah sangat mirip dengan gedung yang berada di Chili. Seharusnya uang negara bukan untuk dibebankan untuk pembangunan gedung baru, mengingat infrastruktur lain yang lebih penting malah diacuhkan.

Apa ini konsep negara demokrasi yang katanya lebih mementingkan masyrakat daripada golongan pribadi?

Masyrakat tidak bodoh dalam hal ini, uang negara yang direncanakan untuk pembangunan adalah salah satu bentuk nyata bahwa pemerintah jelas-jelas mementingkan kepentingan golongan daripada masyarakat.

Konstitusi negara ini sudah merancukan aspek demokrasi, jika hal ini tidak segera diubah maka cepat atau lambat masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah. Wajar saja ada tindakan kontra di tiap-tiap kota di Indonesia untuk menolak pembangunan gedung baru ini. Pemerintah mengutamakan pembangunan gedung fasilitas kerjanya sendiri, namun infrastruktur untuk masyarakat, keadilan, HAM dan hukum dibiarkan begitu saja.

Mari tilik kebelakang, lihat saja kasus Munir, kasus Bank Century yang merugikan triluyan uang rakyat, kasus Lumpur Lapindo, dan lain-lain. Apa ada kelanjutan kasus-lasus tersebut?

Pintarnya pemerintah telah mengubah pelan-pelan demokrasi di atas kepentingan golongan. Pihak-pihak terkait seakan takut berbicara di depan media dan melarikan diri dari tanggung jawab. Sungguh sedih Indonesiaku.

Selasa, 12 April 2011

Politik Bebas Aktif Langkah Relevan Sekarang

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menilai, sikap politik bebas aktif Indonesia merupakan langkah yang relevan saat ini mengingat situasi politik dunia sekarang tidak menganut multipolar atau bipolar.

“Sikap politik Indonesia yang bebas aktif malah relevan saat ini, karena situasi politik dunia tidak bersifat bipolar atau multipolar lagi,” ujar Menlu dalam Rapat Kerja jajaran Departemen Luar Negeri (Deplu) dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, Rabu.

Marty mengatakan, kiblat politik RI dalam persaingan ideologi besar antara Barat dan Islam yang menjadi dasar dalam mewarnai atau membawa dampak pada upaya Indonesia mengatasi ancaman terorisme.

“Kami secara pribadi tidak menganggap persaingan yang terjadi saat ini adalah Barat dan Islam, karena kalau kita masuk ke dalam perangkap conflict between civilization (perselisihan peradaban), yang menggantikan Barat dan Timur sekarang menjadi Barat dan Islam,” ujar Marty.

Untuk itu, pihaknya menyatakan bahwa Indonesia harus hati-hati jangan terbawa agenda pihak tertentu yang menginginkan seolah-olah ada dikotomi atau persaingan seperti ini yang membuat kita terperangkap pada satu pihak.

“Seperti langkah yang kita ambil pada masa lalu menyikapi masalah Barat dan Timur, kita menunjukkan kecerdasan kita untuk bersikap yang tepat dan mengedepankan kepentingan kita,” tambahnya.

Khusus mengenai dampaknya dalam menangani isu terorisme semenjak kasus peledakan menara kembar di New York, AS, 11 September 2001 dan peristiwa Bom Bali 2002, Indonesia secara tegas menyampaikan bahwa tidak ada sangkut pautnya dengan masalah agama.

Sebelumnya suara Indonesia dianggap sebagai minoritas, akan tetapi berkat usaha keras Deplu ke dunia internasional maka konotasi Indonesia sebagai sarang teroris tersebut dapat terhapuskan, tambah Marty.

Ia menambahkan, Indonesia perlu menekankan aspek sumber root cause terorism. Setelah peristiwa bom Bali 2002, Deplu selalu mengingatkan untuk menyampaikan akar penyebab terorisme.

“Cara yang paling ampuh adalah respons demokratis, tidak bisa dengan hard power, tetapi dengan pendekatan yang menanggapi akar penyebab terorisme tersebut,” kata Marty.
(*)

Senin, 04 April 2011

KEKERASAN

KEKERASAN PADA ANAK

Awal tahun 2010 kita dihentak kejutkan oleh peristiwa kekerasan terhadap anak secara beruntun. Di Depok Jawa Barat seorang guru ngaji menyiksa 3 santrinya dengan air keras. Di Jakarta Utara seorang homosek dan paedofil telah memutilasi 3 anak. Di Tangerang seorang Ibu membekap bayinya yang berusia 9 bulan hingga tewas. Terakhir, KPAI menerima laporan kekerasan yang dilakukan oleh seorang guru Sekolah Dasar di Jakarta Selatan, terhadap seorang siswanya sehingga korban merasa trauma dan tidak mau masuk sekolah. Sebelumnya diberitakan seorang bayi di Semarang hilang diculik dari Rumah Sakit daerah, demikian juga seorang bayi lainnya diculik dari Puskesmas Kembangan, Jakarta Barat.

Kekerasan terhadap anak rupanya tidak pernah berhenti dan sulit dihentikan. Fenomena ini bukan hanya milik Indonesia, tetapi juga terjadi di seluruh Negara di dunia. Pada bulan oktober 2006, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menerbitkan hasil Studi tentang Kekerasan terhadap Anak, yang mengungkapkan skala berbagai bentuk kekerasan yang dialami anak di seluruh dunia terus meningkat, sehingga PBB menyerukan penguatan komitmen dan aksi di tingkat nasional dan lokal oleh semua Kepala Negara.

Cenderung meningkat
Di Indonesia sendiri, angka-angka kekerasan terhadap anak tidak pernah menunjukkan angka menurun, kecenderungannya selalu meningkat, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas. Angka pastinya sulit diperoleh karena banyak kasus kekerasan yang tidak dilaporkan, terutama apabila kekerasan tersebut terjadi di rumah tangga. Banyak masyarakat menganggap, kekerasan di rumah tangga adalah urusan domestik, sehingga tidak selayaknya orang luar, aparat hukum sekali pun ikut campur tangan.

Beberapa data yang terserak bisa menjadi gambaran betapa eskalatifnya kekerasan terhadap anak di tanah air. World Vision yang melakukan pendataan ke berbagai daerah menemukan angka 1.891 kasus kekerasan selama tahun 2009, pada tahun 2008 hanya ada 1600. Kompilasi dari 9 surat kabar Nasional menemukan angka 670 kekerasan terhadap anak selama tahun 2009, sementara tahun 2008 sebanyak 555 kasus. Sementara Pengaduan langsung ke KPAI tahun 2008 ada 580 kasus dan tahun 2009 ada 595 kasus, belum termasuk Laporan melalui E-mail dan telepon. Dari Bareskrim Polri, selama tahun 2009 terjadi tindak kekerasan terhadap anak sebanyak 621 yang diproses hingga tahap P-21 dan diputus pengadilan.

Karena sulitnya memperoleh data valid dari seluruh tanah air, maka KPAI bersama semua stakeholders bersepakat, utamanya Departemen Kesehatan, mulai tahun 2010, akan menjadikan Puskesmas dan RS sebagai basis data kekerasan terhadap anak. Sebuah lokakarya sedang disiapkan untuk membangun sensitifitas para petugas kesehatan di tempat-tempat pelayanan kesehatan serta membuat mekanisme pelaporan yang cepat dan akurat. Diharapkan, kelak tidak perlu korban lapor, kalau seorang dokter atau petugas Puskesmas mencurigai pasiennya korban kekerasan akan segera melaporkan kepada aparat berwajib, karena banyak anak korban kekerasan tidak berani menyampaikan laporan sebab ia berada dalam tekanan dan ancaman.

Tekanan hidup
Pertanyaannya adalah, mengapa tingkat kekerasan terhadap anak di Indonesia begitu marak? Pertama, saya ingin menyebut kultur. Ada kultur kekerasan yang sangat kuat di sebagian masyarakat kita. Anak dilihatnya sebagai miilik mutlak yang harus takluk untuk menggayuh keinginan orang dewasa. Anak menjadi target dalam rangka memenuhi ambisi orang dewasa, dan ketika ia tidak bisa memenuhi anak akan diperlakukan dengan kekerasan. Perlakuan kekerasan terhadap anak ini tidak hanya di rumah, atau komunitas tertentu saja, bahkan di sekolah pun, di mana anak mestinya memperoleh jaminan rasa aman, yang terjadi juga praktek kekerasan. Masih banyak guru menganggap, bahwa kekerasan adalah bagian dari proses pendidikan. Banyak guru lupa, bahkan mungkin tidak tahu, bahwa dasar pendidikan adalah cinta. Jangan mendidik, jangan mengajar, bila gelora hatinya bukan gelora cinta cinta, sebaliknya gelora dendam dan kebencian.

Kedua, modernisasi yang tidak terkendali akan selalu melahirkan kemiskinan kota dengan segala karakternya; meningkatnya angka kriminalitas, prostitusi, dan tekanan hidup. Keempatnya saling berangkai dan saling menjadi sebab dan akibat. Muaranya satu, kekerasan terhadap anak dalam berbagai bentuk seperti; penelantaran, pemekerjaan, perdagangan anak, pelacuran anak, hingga kekeerasan fisik yang menyebabkan penderitaan dan kematian anak.

Ketiga, karakter psikis seseorang. Karakter psikologis akan terekspresikan bila ada media yang mempertemukan dengan kondisi sosial. Untuk kasus Ibu yang membunuh anak di kota-kota besar pada umumnya karena tidak kuatnya menghadapi tekanan hidup. Ekspresi tekanan hidup yang tak tertanggungkan akan selalu dilampiakan kepada orang-orang terdekatnya. Fromm (1970) mengutip hasil studi Sigmund Freud bahwa sesungguhnya dalam diri manusia ada dua kekuatan yang saling bersaing untuk keluar, yaitu keinginan untuk mencintai dan keingininan untuk membunuh. Seseorang yang memiliki karakter psikis dominan keingian membunuh akan segera terekspresikan ketika ada lingkungan sosial ekonomi yang tidak bisa dihadapi, menekan dirinya, dan jadllah orang-orang di sekitarnya sebagai pelampiasan.

Meningkatkan kepedulian
Bagaimana kita bisa menghentikan, setidaknya meminimalisir tindak kekerasan terhadap anak dalam masyarakat kita.

Pertama, harus ada pemahaman bersama dari seluruh komponen masyarakat bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh sebab itu, siapapun, dengan alasan apapun, tidak boleh melakukan kekerasan terhadap anak. Tindak kekerasan kepada anak akan dijerat dengan pasal-pasal ketentuan pidana dalam UU perlindungan anak yang bisa dihukum maksimal hukuman kurungan 15 tahun dan denda Rp 600.000,00.

Kedua, masyarakat perlu meningkatkan kepedulian terhadap perlindungan anak. Kita tidak boleh lagi apriori terhadap jerit tangis anak di rumah tetangga yang tidak wajar, kita boleh lagi apriori misalkan ada tetangga yang mengasuk anak-anak namun menutup diri dari pergaulan tetangga, para dokter dan tenaga medis serta paramedis lainnya tidak bisa lagi apriori manakala ada pasien yang datang dengan keluhan yang mencurigakan, dan sebagainya.

Ketiga, media massa hendaklah tidak mengekspose berita-berita kekerasan tanpa batas. Pemberitaan tanpa visi, hanya mengabdi pada rating dan industri boardcasting serta tiras penerbitan akan mengorbankan masyarakat, khsusunya anak, karena anak akan cepat meniru apa yang dilihatnya tanpa mengetahui akibat dari setiap pilihan tindakan.

Keempat, penegakkan hukum yang tegas oleh aparat penegak hukum. UU Perlindungan Anak sesungguhnya sudah cukup berat dalam ketentuan sanksi kepada para pelaku kekerasan terhadap anak, namun di lapangan sering ketentuan tersebut tidak diterapkan. Banyak aparat hukum yang menjerat pelaku hanya dengan KUHP sehingga hukumannya sangat ringan. Alasannya, polisi belum tahu atas UU Perlindungan Anak, tetapi patut diduga ada permaianan uang dalam kasus-kasus kekerasan terhadap anak, mengingat banyak kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh jaringan mafia dengan kekuatan uang di belakangnya.

Kelima, pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan pemberantasan kemiskinan. Angka-angka indikator makro ekonomi ternyata tidak terasakan oleh lapisan miskin kota. Mereka tetaplah kelompok marginal yang tidak memiliki akses ekonomi dan bentuk-bentuk kesejahteraan lainnya. Mengingat banyaknya kasus kekerasan terhadap anak berlangsung di perkotaan darn dari keluarga miskin, maka saatnya orientasi pemberantasan kemiskinan di perkotaan memperoleh perhatian lebih, dengan metode yang tepat, dan simpul-simpul penentu kebijakan yang mudah diakses oleh mereka.

Tanpa upaya-upaya itu semua, niscaya kekerasan terhadap anak akan terus merebak. Padahal, bukankah pasal 28 b ayat 2 menyatakan bahwa setiap anak harus dilindungi dari kekerasan dan diskriminasi?

Sekarang juga kita harus bertindak.  
Sumber : Harian Keadulatan Rakyat, Jogjakarta, 19 Januari 2009, halaman 1.