Sebuah organisasi HAM yang berbasis di Amerika mengatakan Libya menggunakan bom rumpun di kota Misrata yang dikepung. Human Rights Watch mengatakan hari Jumat bahwa beberapa bom rumpun meledak di kawasan kediaman di kota Libya barat itu, yang sangat membahayakan kaum sipil.
Pihak berwenang Libya membantah tuduhan itu. Jurubicara pemerintah Moussa Ibrahim menantang organisasi HAM itu untuk membuktikannya.
Ledakan bom rumpun melahirkan sangat banyak bom-bom kecil yang dapat menyebabkan cedera dan kehancuran di daerah yang luas. Senjata ini telah dilarang di sebagian besar negara melalui Konvensi Bom Rumpun, yang menjadi hukum internasional yang mengikat tahun 2010. Libya belum menanda-tangani larangan itu.
Tuduhan itu dilontarkan sementara pemimpin Barat dalam koalisi NATO bertekad hari Jumat untuk meneruskan serangan militer sampai pemimpin Libya Moammar Gaddafi turun dari kekuasaan. Presiden Amerika Barack Obama mengatakan kepada Associated Press bahwa sekalipun ada kebuntuan militer di Libya, ia memperkirakan Gaddafi akhirnya akan menyerahkan kepemimpinan.
Perdana Menteri Inggris David Cameron, Presiden Perancis Nicolas Sarkozy dan Presiden Obama mengatakan membiarkan Gaddafi terus berkuasa merupakan pengkhianatan yang keji terhadap rakyat Libya.
Dalam pernyataan bersama yang dimuat dalam beberapa suratkabar internasional, para pemimpin itu menulis “Tidaklah terbayangkan bahwa orang yang sudah berusaha membantai rakyatnya sendiri dapat memainkan peranan dalam pemerintah masa depan mereka.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar